Dalam beberapa literatur, Presiden Soekarno pernah menyebut dua orang jenderal yang koppig (keras kepala: bahasa Belanda). Jenderal itu adalah Soeharto dan Ali Sadikin. Tentu saja, tulisan ini bukan untuk membahas kisah sang jenderal atau sejarah masa lalu Indonesia, melainkan penggunaan istilah koppig.
Kata koppig sangat pas untuk menggambarkan sikap masyarakat di beberapa wilayah Indonesia, terutama Riau, dalam menghadapi pandemi atau wabah penyakit global yang diakibatkan virus korona 2019 atau yang lebih dikenal dengan Covid-19. Arti koppig di sini berkonotasi negatif, yang berarti keras kepala, bandel, atau ndableg dalam bahasa Jawa.
Hari Jumat (10/4/2020), dalam perbincangan di sebuah grup media sosial lintas organisasi dan profesi di Riau, Kepala Seksi Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Riau Rozita curhat. Ia mengeluh, penduduk di sekitar rumahnya, di Perumahan Pandau Permai, Kecamatan Siak Hulu, Kampar, yang berada di perbatasan Kota Pekanbaru, masih beraktivitas seperti biasa. Sama seperti hari-hari sebelum pandemi.
Baca juga: Riau dan Dilema TKI di Tengah Pandemi
”Orang masih melakukan aktivitas seperti biasa. Penduduk padat 43.000 jiwa kata pak Kades. Pasar masih buka. Shalat Jumat tetap seperti biasa. Sudah dilakukan edukasi bahkan melibatkan aparat Babinsa dan Kapolsek, tapi belum mempan,” demikian bunyi curhat Rozita yang ditutup dengan emoji orang menangis.
Di tempat kami tetap shalat Jumat (berjamaah di masjid). Walaupun red zone.
Curhat Rozita segera menjadi pembicaraan warganet. Tidak lama setelah itu, muncul informasi lain yang bernada sama dari Azwar Banana, seorang ketua RW di salah satu wilayah di Kecamatan Tampan, Pekanbaru. ”Di tempat kami tetap shalat Jumat (berjamaah di masjid). Walaupun Red Zone,” kata Azwar.
Beberapa hari sebelumnya, sebuah ambulans masuk ke sebuah kompleks perumahan di dekat masjid itu, dan membawa seorang pasien yang belakangan dinyatakan positif Covid-19.
Di luar pelaksanaan ibadah, dalam sepekan terakhir, lalu lintas di Kota Pekanbaru mulai ramai kembali. Volume kendaraan yang beredar di jalan terasa meningkat, meski belum normal seperti biasa. Misalnya, di beberapa persimpangan Jalan Tuanku Tambusai, salah satu jalan protokol di Pekanbaru, masih macet di beberapa jam tertentu, terutama pagi dan sore hari.
Baca juga: Kabar Baik dan Buruk dari Riau
TKI ilegal
Yang lebih mencengangkan, pada 7 April 2020, Kepolisian Daerah Riau mengungkap kasus rencana penyelundupan manusia ke Malaysia. Sebanyak 15 calon tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal dan 2 orang WNA dari India ditangkap polisi di atas sebuah kapal cepat sesaat sebelum berangkat dari pelabuhan rakyat Sungai Cingam, Rupat (Bengkalis).
Padahal, negara tetangga Malaysia sudah menerapkan kebijakan lockdown untuk mencegah persebaran Covid-19. Dan, puluhan ribu TKI sudah dipulangkan ke Tanah Air dengan bantuan Pemerintah Indonesia.
Baca juga: Pasien Positif Covid-19 di Riau Punya Riwayat Pergi ke Malaysia
”Di tengah ancaman penyebaran Covid-19, komplotan jaringan internasional masih mengirimkan orang secara ilegal dari Indonesia menuju Malaysia, dan sebaliknya,” kata Kepala Bidang Humas Polda Riau Komisaris Besar Sunarto.
Entah apa yang dipikirkan oleh para pencari kerja (ilegal) itu untuk masuk ke Malaysia yang sedang dalam kondisi karantina total (lockdown). Mustahil mereka tidak tahu bahaya Covid-19. Atau, mereka berpikiran, pada saat seperti sekarang inilah yang paling tepat untuk masuk ke Malaysia secara ilegal.
Akan tetapi, apa pun alasan pencari kerja itu, pernyataan Sunarto tentang arus masuk dan keluar dari Malaysia (secara ilegal) sejalan dengan observasi LSM Scale Up, Pekanbaru, di 20 desa dari tujuh kecamatan di Kabupaten Siak dan Bengkalis sejak awal April.
Dua kabupaten itu merupakan wilayah perbatasan RI yang sangat dekat dengan Malaysia. Dari Pelabuhan Selat Baru di Bengkalis menuju Kota Muar di Malaysia dapat ditempuh dalam waktu 30 menit dengan menggunakan kapal cepat.
Baca Berita Korona Terkini di Kompas.id, GRATIS
Harian Kompas berikan BEBAS AKSES untuk seluruh artikel di Kompas.id terkait virus korona.
”Di 20 desa di tujuh kecamatan itu, akses masuk ke desa bisa dengan mudah dan tidak ada pembatasan dan kewajiban bagi orang luar yang masuk ke desa. Suasana desa ramai. Aktivitas sehari-hari berjalan normal,” kata M Rawa El Amady, Direktur Scale Up.
Bahkan, dia melanjutkan, di daerah Sungai Pakning (Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis yang menjadi lokasi penyeberangan dari dan ke Pulau Bengkalis) keadaan ramai seperti tidak ada pandemi. ”Sepanjang perjalanan dari Kecamatan Bukit Batu ke Kecamatan Siak Kecil terdapat beberapa rumah ibadah yang tetap buka. Masyarakat melakukan shalat tanpa jarak seperti arahan MUI (Majelis Ulama Indonesia),” ujar Rawa.
Rawa mengungkapkan, timnya juga memantau pelabuhan tradisional di beberapa desa di Kecamatan Bantan dan Bukit Batu (Kabupaten Bengkalis) serta Sabak Auh, Sungai Apit, dan Bunga Raya (Kabupaten Siak). Semua pelabuhan di sana tidak memiliki pengawas kesehatan dan tidak ada petunjuk tentang bahaya Covid-19.
”Informasi warga di sekitar pelabuhan, banyak TKI dari Malaysia,memilih jalur pelabuhan tradisional daripada jalur resmi. Alasannya, bisa lebih cepat sampai di rumah. Jika melalui pelabuhan resmi, dipastikan mereka tidak bisa sampai rumah secara langsung karena saat ini pelabuhan resmi menerapkan sistem keamanan ketat dan mewajibkan karantina selama 14 hari,” ujar Rawa.
Kepala Dinas Komunikasi, Informasi, dan Statistik Riau Chairul Riski mengatakan, kedatangan TKI asal Malaysia yang difasilitasi negara (resmi) sudah semakin berkurang. Selama dua pekan sebelumnya, TKI yang masuk 300-500 orang per hari lewat pelabuhan Dumai, Bengkalis dan Selat Panjang (Kabupaten Kepulauan Meranti).
Aparat desa sempat memberlakukan ketentuan lebih ketat terhadap pendatang.
Dalam beberapa hari terakhir ini, jumlahnya hanya sekitar 20-30 orang dan hanya lewat pelabuhan Dumai saja. Adapun tentang kedatangan TKI lewat jalur tidak resmi, Riski mengaku tidak mengetahuinya.
Di Desa Sepotong, Kecamatan Siak Kecil, Bengkalis, menurut Rawa, aparat desa sempat memberlakukan ketentuan lebih ketat terhadap pendatang. Terdapat satuan tugas Covid-19 di desa itu. TKI dan pemudik yang baru pulang ke desa dinyatakan sebagai orang dalam pemantauan dan diminta menjalankan karantina selama 14 hari di rumahnya.
Anjuran berdiam di rumah dilaksanakan warga desa itu pada 15-30 Maret. Petugas Satgas Covid-19 terus menerus menginformasikan bahaya Covid-19 dan imbauan agar tetap di rumah dengan cara keliling kampung menggunakan mobil dan pengeras suara. Tetapi, sejak 1 April, masyarakat sudah kembali beraktivitas seperti biasa lagi. Petugas Satgas Covid-19 pun sudah jarang melakukan pemantauan.
PSBB di Pekanbaru
Koppig-nya warga Riau sangat disadari oleh pemerintah daerah. Pada Sabtu (11/4), Gubernur Riau Syamsuar menggelar rapat bersama Wali Kota Pekanbaru Firdaus. Hasil rapat memutuskan agar beberapa kota di Riau segera mengusulkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
”Kota Pekanbaru yang pertama. Kami berharap, kabupaten yang berbatasan dengan Pekanbaru, seperti Kampar, Pelalawan, Siak, Bengkalis, khususnya Duri dan Kota Dumai, mengikuti langkah Pekanbaru. Tidak efektif apabila hanya Pekanbaru yang melaksanakan PSBB. Senin ini saya akan melakukan rapat terbatas dengan para bupati dan wali kota tersebut untuk pengusulan PSBB di daerahnya,” kata Syamsuar.
Eskalasi penyakit ini semakin tinggi di Pekanbaru, tetapi tidak diikuti dengan pemahaman masyarakat.
Wali Kota Pekanbaru Firdaus sudah mengajukan usulan PSBB kepada Menteri Kesehatan di Jakarta pada 8 April 2020. Dan, menteri pun menyetujui langkah PSBB di Kota Pekanbaru lewat surat No HK.01.07/Menkes/250/2020 pada April.
”Eskalasi penyakit ini semakin tinggi di Pekanbaru, tetapi tidak diikuti dengan pemahaman masyarakat. Intinya, kami ingin melakukan pembatasan jam kegiatan masyarakat. Ada bantuan dari pemerintah terhadap komunitas terdampak, tetapi juga sanksi buat orang-orang yang membandel,” kata Firdaus.
Chairul Riski, pada Senin (13/4), mengatakan, persetujuan Menteri Kesehatan terhadap PSBB di Kota Pekanbaru segera ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Wali Kota (Perwako). ”Kami akan melakukan rapat siang nanti di Posko (Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Riau) untuk membahas Perwako tentang PSBB dan mengajak daerah lain di Riau untuk ikut rencana PSBB,” kata Riski.
Kepala Dinas Kesehatan Riau Mimi Yuliani Nasir mengatakan, sampai Minggu (12/4), jumlah penderita Covid-19 di Riau mencapai 16 orang. Terdapat penambahan empat orang dibandingkan sepekan sebelumnya. Sebanyak 13 orang masih dirawat, dua orang sembuh, dan seorang meninggal.
Kota Pekanbaru memiliki enam orang yang positif Covid-19 dan tersebar di lima kecamatan. Kecamatan Tampan memiliki dua pasien positif yang masih dirawat di rumah sakit. Adapun lima kecamatan lain masing-masing satu pasien.
Baca juga: Penanganan Covid-19 di Mata Warganet
Riau merupakan daerah rentan penyebaran Covid-19. Selain menjadi pintu masuk kedatangan ribuan TKI dari Malaysia, masih banyak warga yang menganggap remeh penyakit yang disebabkan virus korona jenis baru ini.
Firdaus sudah benar mengusulkan PSBB di Pekanbaru. Pembatasan dengan pengawalan perundang-undangan adalah kata kunci, terutama untuk menghadapi orang-orang koppig yang bersikap menyepelekan atau kurang paham dengan bahaya Covid-19.
"Yang" - Google Berita
April 13, 2020 at 12:20PM
https://ift.tt/2V4S8kI
“Koppig” Virus Korona Baru yang Berujung PSBB di Pekanbaru - kompas.id
"Yang" - Google Berita
https://ift.tt/2pYhsfy
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Tidak ada komentar:
Posting Komentar